Perang Arab - Israel (1948)



   Konflik yang terjadi antara bangsa (dan kemudian, negara-bangsa) Arab dengan bangsa Yahudi, (yang kemudian mendirikan negara Israe)l pada dasarnya merupakan konflik yang telah berakar ratusan tahun. Asal mula konflik tersebut dapat ditarik sejak tahun 1881, dengan adanya pertentangan yang terjadi antara gerakan Zionisme dengan nasionalisme Arab pada masa akhir abad ke-19. Zionisme merupakan sebuah gerakan masyarakat Yahudi yang ingin kembali dan memperoleh ‘tanah asli’ mereka. Pada masa itu, baru sekitar 565,000 rakyat Arab dan 24,000 Yahudi yang tinggal di wilayah Palestina. Pihak Zionis berpendapat bahwa tanah Palestina merupakan tanah leluhur mereka dan mereka harus menjadikan tanah tersebut rumah mereka. Pihak Zionis kemudian berintensi untuk mendirikan sebuah negara otonom yang keseluruhan atau paling tidak mayoritas rakyatnya merupakan pihak Yahudi. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di daerah tersebut telah tinggal masyarakat Arab, dengan 90% di antaranya beragama Islam. Seiring dengan berjalannya waktu, wilayah Palestina semakin banyak didatangi oleh pendatang Yahudi. Hal ini mulai memunculkan konflik-konflik kecil di antara pihak Yahudi dan Arab karena terjadinya ketimpangan dan diskriminasi yang dirasakan oleh pihak Arab.

   Pihak Arab yang sejak lama tinggal di wilayah Palestina tentunya tidak merasa senang mengetahui kedatangan dan intensi pihak Zionis untuk menjadikan tanah Palestina sebagai homeland bangsa Yahudi. Mereka berusaha melawan dan mencegah pihak Zionis untuk memperoleh wilayah yang lebih luas karena pihak Arab menyadari bahwa hal tersebut akan dapat mengancam eksistensi mereka di tanah Palestina. Hal inilah yang pada dasarnya memicu terjadinya konflik antara pihak Arab dengan pihak Zionis Yahudi. Pertentangan di antara kedua belah pihak tersebut nyatanya diperumit dengan kondisi bahwa pada masa itu, wilayah Palestina telah menjadi  bagian daerah kekuasaan dari Kekaisaran Turki Ottoman selama 400 tahun. Kekaisaran Turki Ottoman yang telah berkuasa lama tersebut pada dasarnya dianggap sebagai penguasa yang diskriminatif bagi rakyat yang tinggal di wilayah Palestina tersebut.

   Pada awal abad ke-20, Kekaisaran Turki Ottoman mulai melemah dan kekuatan Barat mulai masuk ke wilayah Mediterania, termasuk Palestina. Ketika masa Perang Dunia I, seorang komisaris tinggi Inggris di Mesir melakukan korespondensi tersembunyi dengan salah satu pejabat Kekaisaran Turki Ottoman. Pihak Inggris meminta bantuan rakyat yang tinggal di Arab untuk menggulingkan Kekaisaran Turki Ottoman, dan sebagai imbalannya pihak Inggris akan membantu pendirian negara Arab yang independen, termasuk Palestina. Korespondensi yang direncanakan ini nyatanya berhasil menggulingkan kerajaan Turki Ottoman dan Inggris mengambil alih wilayah kekuasaan kerajaan tersebut selama berlangsungnya Perang Dunia I. Namun demikian, ternyata pihak Inggris juga membuat perjanjian lain yang bertentangan dengan korespondensi tersembunyi yang sebelumnya telah dilakukan. Menteri Luar Negeri Inggris saat itu menyusun sebuah deklarasi yang disebut dengan Deklarasi Balfour yang isinya mengemukakan bahwa pemerintah Inggris mendukung terciptanya ‘a Jewish national home in Palestine’. Deklarasi ini disusun sebagai bentuk apresiasi pemerintahan Inggris terhadap dukungan Yahudi yang dianggap esensial dalam perang melawan Ottoman. Akan tetapi, jelas bahwa deklarasi tersebut juga mendorong kegelisahan yang dirasakan oleh rakyat Arab, terutama non-Yahudi.


   Setelah perang usai, Inggris dan Prancis membagi dua wilayah bekas kekuasaan Ottoman dan meyakinkan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) untuk menyetujui otoritas quasi-colonial mereka atas wilayah tersebut. Hanya saja, seiring berjalannya waktu, pihak Arab merasa kesal terhadap pihak Inggris karena dianggap tidak mampu memenuhi janji atas pendirian negara Arab yang independen. Di Palestina, situasi yang terjadi jauh lebih rumit karena Inggris turut mendukung upaya pihak Zionis untuk menjadikan wilayah itu sebagai homeland bangsa Yahudi. Hal ini mendorong terjadinya konflik antara pihak Palestina Arab dengan pihak British Mandate, dan juga Palestina Arab dengan pihak Yahudi. Konflik ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Konflik dan pemberontakan ini menelan banyak korban dan berlangsung selama bertahun-tahun. Seiring dengan terjadinya Perang Dunia II, pergolakan yang terjadi antara pihak-pihak tersebut akhirnya membuat Inggris  melepaskan mandatnya atas wilayah Palestina.

Pendirian Negara Israel: Perang Terbuka Pertama antara Pihak Arab-Israel
   Inggris menyerahkan kekuasaan untuk menentukan masa depan wilayah tersebut kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang pada masa itu baru saja terbentuk. Walaupun solusi terbaik tidak mampu didapatkan, terdapat persetujuan umum di antara komite bahwa perlu dilakukannya pemisahan di wilayah tersebut untuk memenuhi kepentingan dan kepuasan baik pihak Yahudi maupun pihak Palestina Arab. Pada November 1947, Majelis Umum PBB mengumumkan rencana pembelahan negara menjadi dua bagian (UN Partition Plan), Yahudi dan Arab. Pihak Zionis Yahudi secara publik menyetujui rencana pembagian oleh PBB tersebut. Namun demikian, pihak Arab melihat apa yang ditawarkan oleh PBB tersebut sangat berpihak pada pihak Yahudi dan tidak adil terhadap pihak Arab sendiri. Pengadopsian rencana ini memunculkan kembali konflik di antara dua pihak. Kedua pihak sama-sama berusaha melindungi kepentingannya. Namun, karena kualitas pasukan militer Arab tidak sebaik apa yang dimiliki oleh pihak Zionis, pada 1948 pihak Zionis berhasil mengamankan kendalinya atas jatah wilayah teritorinya sesuai dengan UN Partition Plan, dan hal ini menggiring pada proklamasi pemimpin Zionis atas berdirinya negara Israel.

   Kemerdekaan negara Israel dideklarasikan pada 14 Mei 1948, tepat satu hari sebelum Mandat Inggris atas Palestina berakhir. Deklarasi tersebut dilakukan oleh David Ben-Gurion, kepala eksekutif World Zionist Organization sekaligus kepala Agensi Yahudi bagi Palestina, yang dikenal dengan State of Israel. Berikut akan diberikan penjelasan mengenai sejarah terperinci, kronologis beberapa peristiwa yang terjadi sebelum dideklarasikannya kemerdekaan Israel, termasuk perang yang melibatkan Israel di tahun 1948 melawan beberapa negara Arab.

   Kemungkinan terbentuknya sebuah tanah air yang berdaulat bagi Yahudi di Palestina, telah menjadi tujuan organisasi Zionis sejak akhir abad ke-19. Menteri Luar Negeri Inggris menyatakan dalam Deklarasi Balfour tahun 1917:
His Majesty's government view with favour the establishment in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate the achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights and political status enjoyed by Jews in any other country.”
Pernyataan tersebut menunjukkan dukungan pemerintah Inggris atas pendirian wilayah nasional yang berdaulat bagi komunitas Yahudi di Palestina. Pemerintah Inggris juga menyatakan bahwa mereka akan menggunakan usaha terbaik untuk memudahkan tercapainya tujuan tersebut.


Deklarasi Balfour tahun 1917

   Sejarah Israel setelah Perang Dunia II, menurut Daniel Pipes, sangat erat kaitannya dengan relasi antara Inggris dan komunitas Yahudi (Pipes, 2011). Seiring dengan bergabungnya Haganah dalam Irgun dan Lehi dalam suatu pemberontakan bersenjata melawan pemerintahan Inggris, pada saat yang sama ribuan pengunsi dan korban holocaust Yahudi yang selamat dari Eropa melihat suatu hidup baru di Palestina. Akan tetapi, mereka ditolak di tanah yang kala itu masih berada di bawah mandat Inggris, sehingga mereka ditempatkan dalam kamp-kamp penahanan refugees oleh orang Inggris.

   Pada tahun 1947, pemerintah Inggris mengumumkan akan menarik mandat terhadap Palestina dengan menyataan tidak dapat mencapai solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, dalam hal ini adalah komunitas Arab dan Yahudi. Oleh karena itu, suatu rencana pun diajukan untuk menggantikan mandat Inggris dengan suatu “Negara Independen Arab dan Yahudi” dan “Rezim Internasional Khusus untuk Kota Yerusalem” yang dikelola oleh PBB.

 Bangsa Arab tidak menerima hasil resoulsi PBB (UN Persition Plan 1947) terkait pembagian wilayah Palestina yang dinilai tidak sah dan mengikat dari segi hukum internasional. Tepatnya selang sehari setelah David Ben Gurion dkk mendeklarasikan berdirinya negara Israel, deklarasi perang datang dari Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, Jordania dan Arab Saudi. Deklarasi perang ini diikuti invasi pasukan Arab ke wilayah Yahudi. Pada 15 Mei 1948 pecahlah perang Arab-Israel pertama.




David Ben Gurion mendeklarasikan berdirinya negara Israel

   Januari 1948

  • Pasukan bersenjata Arab memasuki Palestina dan menyerang pasukan Yahudi.
  • Pada 1 januari Inggris kemudian menyatakan tidak akan membantu PBB dalam pembagian wilayah Palestina serta akan mengakhiri mandat pada 15 Mei 1948 karena Yahudi dan Arab tidak meyetujui penyelesaian.

Februari 1948

  • Hingga februarui perang telah menelan korban lebih dari 2.500 orang.
  • Komisi tinggi Arab Palestina menyatakan bahwa “ setiap usaha yahudi atau Negara lain atau kelompok Negara untuk membentuk Negara Yahudi di wilayah Arab merupakan penindasan dan akan dilawan dengan kekerasan sebagai upaya membela diri”. Hal ini kemudian yang membuat Arab terus melakukan penyerangan terhadap yahudi”

19 Maret 1948- Mei

  • Amerika megatakan di depan dewan keamanan PBB jika pembagian wilayah palestina tidak disetujui maka harus ada pengawasan dari perwalian sementara PBB. Akan tetapi zionis menolak adanya pengawasan

16 april- 15 mei 1948

  • pengajuan proposal dari Amerika Serikat akan tetapi gagal. Akhirnya majelis umum mengajukan Penunjukkan mediator dan komisaris PBB bagi Yerusalem

14 Mei 1948

  • Inggris kemudian mengakhiri mandat dan menarik pasukan dari Palestina sehari sebelum tanggal yang dijanjikan.
  • Di hari yang sama Dewan nasional di Tel Aviv memproklamasikan Negara Yahudi Israel.
  • Presiden Trumen mangakui secara de facto kemerdekaan Negara Yahudi Israel atas nama Amerika.

15 Mei 1948

  • Setelah Israel mengumumkan kemerdekannya tentara Arab dari Suriah, Libanon, Transyordania, Irak dan Mesir memasuki Palestina. Pecahnya perang Arab-Israel pertama.
   Dalam perang yang berlangsung selama hampir 10 bulan itu (sejak 15 Mei 1948 hingga 10 Maret 1949—Red), pasukan Yordania, Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, dan Arab Saudi bergerak ke Palestina untuk menduduki daerah-daerah yang diklaim sebagai wilayah ‘negara Israel’. Ada sekitar 45 ribu tentara yang dikerahkan oleh negara-negara Arab tersebut pada waktu itu.

   Sementara, di pihak Israel sendiri awalnya hanya diperkuat oleh 30 ribu prajurit, namun pada Maret 1949 meningkat jumlahnya menjadi 117 ribu tentara. (Yoav Gelber dalam buku Palestine 1948: War, Escape and the Emergence of the Palestinian Refugee Problem).

   Perang Arab-Israel Pertama berakhir dengan kekalahan di pihak negara-negara Arab. Menurut catatan, jumlah tentara Arab yang gugur mencapai 7.000 orang.  Perang itu juga menewaskan 13 ribu warga Palestina. Di samping itu, berdasarkan hasil penghitungan resmi PBB, ada 711 ribu orang Arab yang menjadi pengungsi selama pertempuran berlangsung.


   Sebagai akibat dari kemenangan Israel tersebut, setiap orang Arab yang mengungsi selama Perang Arab-Israel Pertama, tidak diizinkan untuk pulang ke kampung halaman mereka yang kini sudah diklaim Zionis sebagai wilayah negara Israel.

Perang Arab-Israel berdampak pada perubahan politik di Timur Tengah :

  • Israel memperoleh kemenangan =) semangatnya yang lebih tinggi, perlengkapan yang baik dan organisasinya yang hebat. Bantuan dari luar negeri, adanya solidaritas yahudi seluruh dunia dan dinas intelijen yang lebih baik.
  • Arab mengalami kekalahan hebat =) rendahnya semangat pasukan, buruknya kepemimpinan, intelijen yang kurang baik dan yang lebih parah perselisihan politk di antara Negara-negara Arab.
  • Liga Arab =) alat yang tidak memadai. Persaingan antar Mesir dan kerajaan Hashimiyah Transyordania dan Irak menghambat kerja sama.
  • Pembantaian kaum Arab, pelanggaran hukum internasional dan pengusiran kaum Arab dari Palestina =) pengungsian besar-besaran ke Negara-negara Arab.

Diposting oleh : defense - today



Comments

  1. Perdamaian tidak akan pernah terwujud selama Israel tidak mengembalikan hak - hak bangsa Palestina

    ReplyDelete

Post a Comment